Tarif Bea Masuk

Tarif Bea Masuk

Tarif bea masuk adalah elemen penting untuk menghitung besarnya pungutan impor. Dalam terminologi kepabeanan, terkait dengan tarif bea masuk ini dikenal adanya tarif Most Favour Nation (MFN) dan ada juga tarif Preferensi. Dalam penggologan yang lain, tarif bea masuk juga terbagi lagi ke dalam dua jenis, yaitu tarif advalorum dan tarif adnatorum (spesifik).

Dalam proses importasi, selain terkena bea masuk, terhadap barang juga dikenakan Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI). PDRI ini meliputi Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22, dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). Wewenang terkait bea masuk diberikan kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC). Wewenang terkait pajak dalam rangka impor masih merupakan kewenangan dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Meski demikian, khusus untuk PPN dan PPh Pasal 22 yang terkait dengan barang impor, pemungutannya dilakukan oleh DJBC.

Besarnya tarif bea masuk tiap jenis barang dapat dilihat secara online melalui portal Indonesia National Single Window (INSW). Portal ini juga memberikan informasi mengenai besarnya tarif PDRI atas tiap jenis barang. Untuk melihat informasi besarnya tarif, terlebih dahulu barang yang akan diimpor atau diekspor harus diketahui HS code-nya.

DJBC telah menerbitkan Buku Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI). BTKI ini berisi HS Code, uraian barang dan besarnya tarif bea masuk dan pajak dalam rangka impor. Dasar hukum dari BTKI ini adalah Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 6/PMK.10/2017. Sampai dengan ditulisnya posting ini, Peraturan ini telah mengalami beberapa kali perubahan, yaitu dengan diterbitkannya PMK Nomor 213/PMK.10/2017, 17/PMK.10/2018 dan 17/PMK.10/2020.


Tarif Advalorum dan Tarif Spesifik

Tarif bea masuk sendiri terbagi menjadi dua, yaitu advalorum dan adnatorum. Tarif advalorum adalah tarif dalam bentuk persentase dari nilai pabean, sedangkan tarif adnatorum adalah tarif spesifik rupiah per satuan barang.

Sebagian besar tarif bea masuk berbentuk tarif advalorum, hanya sebagian kecil yang berbentuk tarif adnatorum. Barang-barang yang dikenakan tarif adnatorum atau spesifik antara lain adalah: Beras, Gula, Film, dan Bir. Beras dan Gula, termasuk juga di dalamnya tepung beras, dikenakan tarif spesifik dengan satuan kilogram (kg). Film dikenakan tarif spesifik dengan satuan menit. Sedangkan Bir dikenakan tarif spesifik per liter. Baca Selengkapnya

Barang Dilarang Impor

Barang Dilarang Impor

Beberapa barang DILARANG untuk diimpor ke dalam daerah pabean Indonesia. Menteri Perdagangan menetapkan daftar barang yang dilarang untuk diimpor dalam Peraturan Menteri Perdagangan. Pelarangan impor ini dilakukan untuk kepentingan nasional dengan alasan:

  1. melindungi keamanan nasional atau kepentingan umum, termasuk sosial, budaya, dan moral masyarakat;
  2. melindungi hak kekayaan intelektual; dan/atau
  3. melindungi kesehatan dan keselamatan manusia, hewan, ikan, tumbuhan, dan lingkungan hidup.

Penetapan barang dilarang impor dilakukan berdasarkan usulan dari menteri atau kepala lembaga pemerintah nonkementerian. Usulan yang masuk kemudian disepakati dalam rapat koordinasi antar kementerian dan lembaga pemerintah non kementerian.


Jenis Barang Dilarang Impor

Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 12 Tahun 2020 menetapkan enam jenis atau kategori barang yang dilarang untuk diimpor. Berikut adalah daftar lengkapnya:

  1. Bahan Perusak Lapisan Ozon
  2. Kantong Bekas, Karung Bekas, dan Pakaian Bekas
  3. Barang Berbasis Sistem Pendingin Yang Menggunakan Chlorofluorocarbon (CFC) dan Hydrochlorofluorocarbon 22 (HCFC-22)
  4. Bahan Obat dan Makanan Tertentu
  5. Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
  6. Alat Kesehatan Yang Mengandung Merkuri

Selain barang yang telah ditetapkan dalam peraturan menteri ini, Menteri Perdagangan dapat menetapkan barang dilarang Impor dengan kriteria tertentu yang ditetapkan dalam peraturan menteri tersendiri. Baca Selengkapnya

Ekspor Sarang Burung Walet

Ekspor Sarang Burung Walet

Ekspor sarang burung walet ke negara China hanya dapat dilakukan oleh perusahaan yang telah mendapat pengakuan sebagai Eksportir Terdaftar Sarang Burung Walet (ET-SBW). Sarang burung walet yang akan diekspor juga harus memenuhi persyaratan:

  1. telah memenuhi proses seleksi, pencucian, pembersihan dari kotoran, dan pemanasan dalam suhu 70°C atau lebih dalam waktu sekurang-kurangnya 3,5 detik; dan
  2. dibungkus dalam kemasan dan dicantumkan label yang memuat Informasi dalam bahasa Indonesia, bahasa Inggris, dan bahasa China sekurang-kurangnya mengenai nama dan berat produk, nomor registrasi dan nama produsen peternak walet, nama, alamat, nomor registrasi produsen, persyaratan penyimpanan, tanggal produksi, nomor kontrol veteriner (NKV) dan informasi terkait lainnya.

Sarang burung walet adalah produk yang berasal dari air liur burung walet (Collocalia sp.). Termasuk dalam Pos Tarif atau HS code ex. 04100010. Sebagaimana sarang burung lainnya, sarang burung walet juga berfungsi sebagai tempat untuk bersarang, bertelur, menetaskan dan membesarkan anak burung.

Sarang burung walet dapat dimakan dan sangat bermanfaat bagi kesehatan, tapi memerlukan proses lebih lanjut sebelum dikonsumsi. Sarang ini mempunyai nilai ekonomi yang tinggi sehingga sangat perlu untuk dijaga kelestariannya.



Eksportir Terdaftar Sarang Burung Walet (ET-SBW)

ET-SBW diterbitkan oleh Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri atas nama Menteri Perdagangan. Permohonan untuk mendapatkan ET-SBW dapat diajukan oleh perusahaan perorangan maupun badan usaha. Baik yang telah berbadan hukum maupun yang bukan merupakan badan hukum. Permohonan diajukan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri dengan alamat sebagai berikut:

Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri
UP Direktur Ekspor Produk Pertanian dan Kehutanan
Kementerian Perdagangan Republik Indonesia
Jl. M. I. Ridwan Rais, No. 5,
Jakarta Pusat 10110,
Telepon (021) 3841961/62

Baca Selengkapnya

Menghitung Bea Keluar

Menghitung Bea Keluar

Untuk menghitung bea keluar kita membutuhkan data: tarif bea keluar, harga ekspor, jumlah barang dan kurs. Berikut adalah rumus untuk menghitung bea keluar atas barang ekspor:

Bea Keluar = tarif bea keluar x harga ekspor x jumlah barang x kurs

Perbedaan utama penghitungan bea masuk dan bea keluar adalah pada data harga ekspor. Harga ekspor ini menggantikan nilai pabean sebagaimana yang terdapat pada perhitungan bea masuk. Nilai pabean utamanya adalah nilai transaksi dari barang yang bersangkuttan. Sedang harga ekspor adalah harga yang ditetapkan oleh pemerintah. Terlepas dari berapapun harga transaksi barang ekspor tersebut.


Tarif Bea Keluar

Tarif bea keluar ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Saat ini yang berlaku adalah PMK Nomor 13/PMK.010/2017 tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar. PMK ini sudah diperbarui dengan diterbitkannya PMK Nomor 164/PMK.010/2018.

Tarif bea keluar ditetapkan dalam bentuk persentase (advalorum) dari harga ekspor. Disisi lain harga ekspor yang digunakan juga ditetapkan secara spesifik oleh pemerintah. Bisa dikatakan tarif bea keluar adalah tarif gabungan antara jenis tarif advalorum dan tarif spesifik. Data yang masih bersifat variabel dalam penghitungan bea keluar adalah jumlah satuan barang.


Harga Ekspor

Dalam pembahasan mengenai bea keluar, mungkin kita akan mendapati adanya harga patokan ekspor, harga ekspor, harga transaksi dan harga referensi. Masing-masing memiliki pengertian dan fungsi tersendiri.

  • Harga Patokan Ekspor (HPE) adalah harga patokan yang ditetapkan secara periodik oleh menteri Perdagangan.
  • Harga ekspor adalah harga yang digunakan untuk penghitungan bea keluar, yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai atas nama Menteri Keuangan, sesuai Harga Patokan Ekspor (HPE).
  • Harga transaksi adalah harga yang terbentuk dari kesepakatan antara penjual dan pembeli.
  • Harga Referensi adalah harga rata-rata intemasional atau harga rata-rata bursa komoditi tertentu di dalam negeri untuk penetapan tarif bea keluar yang ditetapkan secara periodik oleh Menteri Perdagangan.

Penetapan harga ekspor adalah kewenangan Menteri Keuangan karena terkait dengan pungutan negara. Kewenangan ini didelegasikan kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai. Harga ekspor ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan (KMK). KMK mengenai harga ekspor ditandatangani oleh Direktur Jenderal Bea Cukai atas nama Menteri Keuangan. Baca Selengkapnya

tata cara penyegelan bea cukai

Tata Cara Penyegelan Bea dan Cukai

Tata cara penyegelan bea dan cukai diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor P-26/BC/2010. Penyegelan adalah tindakan untuk mengunci, menyegel, atau melekatkan tanda pengaman yang diperlukan guna mengamankan hak-hak negara. Penyegelan harus sesuai kewenangan, dilakukan dengan surat perintah dan pelaksanaannya dibuatkan berita acara atau pencatatan.


Wewenang Penyegelan

Petugas bea dan cukai berwenang melakukan penyegelan. Penyegelan di bidang kepabeanan dapat dilakukan terhadap:

  1. barang impor yang belum diselesaikan kewajiban pabeannya;
  2. barang ekspor atau barang lain yang harus diawasi;
  3. barang maupun sarana pengangkut yang ditegah;
  4. bangunan atau tempat lain yang di dalamnya ditimbun barang impor maupun ekspor yang ditegah; dan
  5. tempat atau ruangan penyimpanan dokumen yang berkaitan dengan kegiatan kepabeanan.

Sedang di bidang cukai, petugas bea dan cukai berwenang melakukan penyegelan terhadap:

  1. bagian dari pabrik atau tempat penyimpanan;
  2. tempat lain yang di dalamnya terdapat barang kena cukai atau barang lain yang terkait dengan barang kena cukai;
  3. bagian tempat usaha importir barang kena cukai, tempat usaha penyalur, atau tempat penjualan eceran;
  4. sarana pengangkut yang di dalamnya terdapat barang kena cukai atau barang lain yang terkait dengan barang kena cukai;
  5. barang kena cukai atau barang lain yang terkait dengan barang kena cukai; dan/atau
  6. bangunan atau ruangan tempat untuk menyimpan laporan keuangan, buku, catatan dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, dan dokumen lain yang berkaitan dengan kegiatan usaha, termasuk sarana atau media penyimpan data elektronik, pita cukai atau tanda pelunasan cukai lainnya, sediaan barang, atau barang yang dapat memberi petunjuk tentang kegiatan usaha atau tempat lain yang dianggap penting.

Bea dan cukai membedakan antara segel dan tanda pengaman. Namun, pelekatan keduanya tetap disebut sebagai penyegelan. Untuk lebih jelasnya silakan baca posting: Segel Bea dan Cukai.

Penyegelan dilakukan dalam rangka penindakan, penyidikan, audit kepabeanan dan cukai, atau penyitaan dalam rangka penagihan pajak dengan surat paksa. Sedang pelekatan tanda pengaman dilakukan dalam rangka pengamanan terhadap barang yang belum diselesaikan kewajiban kepabeanan dan cukainya atau barang lain yang harus diawasi.

Baca Selengkapnya